Karya : Eri Miyarto, S.Pd.
Wajahnya rupawan, bersih, bersinar penuh kedamaian siapa yang menatap matanya pasti akan merasakan hadirnya embun pagi yang begitu bening dan menyejukkan hati.Ustadz Hariz namanya dia adalah remaja yang pandai ilmu agama di pondok pesantren Al-Miguna. Sebuah pondok di pinggiran selatan kota Batang . Ya sebuah pesantren yang sangat nyaman untuk disinggahi, sangat nyaman untuk belajar bagi para santri – santrinya karena letaknya memang jauh dari keramaian dan kebisingan.
Pepohonan yang rindang kicau burung jalak dan cici gantung yang semakin menambah ketentraman pagi itu. Terlihat para santri sedang belajar mengaji tak ketinggalan juga aku yang sudah siap belajar membaca Al-Quran bersama beberapa santri yang sudah berusia 60-an tahun ke atas . Ada pak Halim, pak Soleh dan mbah Hasyim yang ada disampingku, karena santri di situ tidak hanya dari kalangan anak – anak dan remaja tapi dari semua kalangan umur bisa belajar di situ. Inilah pagi pertamaku di pesantren Al-Miguna karena semalam aku baru tiba dipesantren itu, di mana pertama kali pula aku belajar membaca Al-Quran bersama Ustadz rupawan yang baik hati itu , ustadz yang masih remaja kira – kira umurnya baru 16 tahun, tetapi kecerdasan dan kesabaranya sangat luar biasa.
Malam kedua di tempat yang sama seperti biasanaya. Aku bersama dengan kelompok bapak-bapak yang sudah tua memulai belajar membaca Al-Quran dan pembelajaran ilmu tajwid. Aku adalah santri yang paling muda diantara mereka, karena umurku baru menginjak 23 tahun. Dengan perasaan yang agak takut dan berdebar karena giliran aku yang akan diajari oleh ustatdzs yang bermata teduh itu. Aku takut jangan – janagan nanti aku dimarahi, jangan jangan aku dibentak karena akau memang belum pandai membaca Al-Quran, tapi dugaanku itu sangat meleset ustadz remaja itu sangat sabar membimbingku dalam membaca Al-Quran meskipun saya masih blepotan dan banyak kesalahan dalam membaca kitabullah itu.
“Akhi Arif ini adalah bacaan idhar yaitu apabila ada nun sukun atau tanwin bertemu salah satu huruf hamzah ,kha, kho, ain,ghain dan hak maka harus dibaca jelas atau satu harokat.”
“Oh ya ustadz Haris saya paham ustadz , terimakasih ustadz atas bimbinganya ustadz.“
Pembelajaran membaca Al-Quran malam itupun berakhir penuh dengan kehikmatan. Ustadz Haris dengan senyum yang tulus dan santun itu menutup pembelajaran malam itu dengan salam.
“Sadaraku semua mari kita sudahi belajar kita hari ini dengan doa kafartul majlis dan hamdalah bersama-sama.”
“Subhaanakallahumma wa bihamdika asyha du al- laa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika.”
“Alhamdulillahi robbil ’alamin.”Kami bersama – sama mengucapkan doa kafaratul masjlis dan hamdalah secara bersama-sama.
“Saya cukupkan sampai di sini dulu belajar mlam ini, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh.” Kamipun bergegas menuju ke kamar masing – masing sambil kupandangi wajah ustadz Haris itu dengan senyuman. Ustadz muda itu juga membalas senyumku dengan santun dan penuh keramahan sambil berjalan menuju kebiliknya.
Malam ketiga seperti biasa setelah sholat isya di masjid Al-Hidayah masjid milik pesantren yang kami singgahi ini berada di tengah – tengah pesantren berdiri dengan megah dan gagahnya ,sungguh membuat para santri betah disini. Dihari ke tiga ini berbeda dengan hari – hari yang kulalui hari ini penuh semangat penuh kegembiraan karena sebentar lagi kita akan berjumpa dengan ustadz Haris ya Ustatd Haris Zaki nama panjangnya salah satu santri yang ditugaskan oleh pondok pesantren ternama di Jawa Timur beliu merupakan ustad termuda yang sudah mampu mengafal Al Quran ,kitab jurumiyah, kitab Alfiyah, kitab impriti , kitab nahwu dan kitab – kitab yang lainya sungguh kepandaianya itu yang membuat ia di tugaskan menjadi tenaga pengajar di pondok ini.
“Ayo akhi dan bapak – bapak semuanya mari kita belajar di serambi masjid saja kebetulan udara malam ini sangat sejuk.’’sambil tersenyum santun kepada kami.
“Nnjeh tad. ‘’ sahut mbah Hasyim dengan semangat.
Malam ketiga itu kami belajar membaca Al-Quran di serambi masjid Al- Hidayah dihiasi indahnya bulan sabit dan para bintang yang bertaburan di angkasa seolah mereka ingin ikut belajar membaca Al quran jua di serambi masjid ini bersama ustadz Haris. Sungguh nikmat yang luar biasa meski usiaku sudah 23 tahun dan bapak – bapak disini lbih dari 60an tahun kami sangat bahagia dan merasa senang belajar membaca Al Quran bersama ustadz Haris.
“ Terimkasih ya Allah kami dipertemukan dengan Ustadz Haris yang pandai, sabar dan penuh perhatian terhadap santri – santrinya juga bapak – bapak yang sangat antusias dan ramah kepada saya saat belajar mengaji di sini.‘’ungkapku dalam hati.
Seperti malam yang telah lalu satu – persatu kami dibelajari membaca Al- Quran dengan benar dibarengi metode ilmu tajwid yang diajarkanya.
“Ngaji malam ini kita cukupkan sampai di dulu ya bapak – bapak dan akhi Arif, jangan lupa selalu semangat menuntut ilmu meski usia kita telah senja terutama antum akhi Arif yang masih muda,karena kita tidak akan tau sampai kapan kita hidup di dunia ini hanya bekal amal kebaikan kita lah yang akan menolong kita dan kitabullah inilah yang akan menuntun kita ,menerangi kita saat kita tiada nanti. Sebab itu saya berpesan janganlah berhenti membaca dan memahami Al-Quran, jangan pernah berhenti untuk belajar mengaji ilmu agama. Semoga kita menjadi oarang orang yang mencitai kitab Allah sampai akhir hayat kita aamiin.”ucapanya.
Ucap ustadz Haris dengan penuh kelembutan, dan kata – kata itu sangat menggetarkan hati kami. Mataku terasa berkaca – kaca mendengar petuah yang disampaikan ustadz Haris itu meski masih remaja tapi perkataanya sangat berisi dan penuh makna. Seperti biasa kami menutup balajar dengan doa kafaratul majlis dan hamdalah bersama – sama.
‘’ Wassalamualaikum warahmatullahi wabaraakatuh’’ucap ustadz Haris kepada kami sambil tersenyum santun dengan tatapan mata yang sangat teduh tatapan mata yang akan selalau kami rindukan.
“ wa’alaikum salam warah matullahi wabarakatuh ‘’
serentak kami menyahutnya, kamipun kemabali ke bilik kami masing masing untuk istirahat karena waktu sudah menunjukan pukul 22. 00 WIB.
Terbaringlah tubuhku di kasur dengan muka pucat, tubuh kurus dan lemah tak berdaya. Kedua oarang tuaku, adik – adiku dan saudara – saudaraku semua berkumpul menungguiku di detik – detik terakhir hidupku di dunia ini. Sudah hampir setengah tahun saya digerogoti kanker ganas dan membuat tubuh saya tak bisa bertahan untuk melawanya ,meskipun puluhan kali saya berobat namun Allah belum memberikan kesembuhan. Ya tepat pukul 20.00 malam Allah akan memanggilku kembali kepada-Nya. Kudengar isak tagis ibuku dan adik – adiku, jua para saudaraku karena melihat keadaanku yang sedang mengalami sakaratulmaut. Lantunan surah Yasin bergemuruh ditelingaku banyak yang menutunku mengucapakan kalimah Syahadat kudengar ayahku menuntunku membaca kalimat Syahadat di telingaku namun terasa berat – berat dan berat bibirku berkata mulutku terbata seoalah terbukam seperti terbungkam puluhan solasi yang menempel di mulutku.
“Ya Allah tolonglah aku, tolonglah hambamu ini ya Allah hamba sedang sakaratul maut hamba ingin mati dalam syahadatmu mati dalam pelukan-Mu,’’ batinku berkata.
Semua menangis dan tiba-tiba terdengar lantunan surah Al-Mulk yang begitu merdu begitu indah begitu menggetarkan hatiku. Suara itu tidak asing di telingaku ya itu suara ustadz Haris . Dia mendekati tubuhku sambil memandangku dengan senyum , dengan wajah yang bersinar, rupawan meneduhkan hati ini.
“Kau kah itu ustadz Haris yang selama tiga malam ini hadir dimimpiku? disaaat aku tak sadarkan diri dalam dipan ini.”
“Ya benar akhi Arif aku ustatd Haris yang mengajarimu mengaji Al-Quran dalam mimpimu itu.”Melelehlah air mataku ,hatiku bergetar melihat wajah yang bersinar dan tatapan mata yang teduh itu.
“Bimbing aku ustadz ,bimbing akau ustad ! bimbing aku mengucapkan kalimat syahadat.”
“Tenanglah akhi Arif aku akan membingmu mari ikuti aku mengucapakan kalimat Syahadat. Asyhadu an la ilaaha illahahu, wa asyhaduanna Muhammaddar rasuulullah.”
Aku mengikuti kalimat syahadat yang diucpakn oleh ustadz Haris dengan mudah dan begitu ringanya. Tiba tiba suara tangis pecah kulihat ibuku menangis meronta seakan tak ikhlas melepas kepergianku kembali kepada sang Maha pemberi nyawa, semuanya menagis memeluk jasadku tak terkecuali ayahku ,meski tangisnya diam air matanya mengalir begitu deras sambil mencium pipiku.
“Selamat jalan anakku aku kembalikan kau kaemabli kepada Allah, semoga Allah menempatkan kamu disyurga.’’
‘’Aku tidak tega ustadz aku harus kemabali,’’ungkap Arif pada Ustadz Haris.
‘’Tenanglah Akhi Arif saudaraku yang sholeh aku akan selalu menjagamu saat di alam kubur nanti, aku yang akan menemanimu, aku yang akan menerangimu dengan cahaya surga. Karena semasa kau hidup kau juga selalu menjagaku melantunkan ayat – yatku sebelum kau tidur kau selalu menjaga suanah itu maka giliran aku yang akan menjagamu dan membelamu saat kau menghadap Allah SWT. Tenanglah kau akan bahagia dan tentram bersamaku. Aku adalah Al-Mulk,’’Arifpun mengiyakan perkataan ustadtz Haris dengan wajah yang penuh ketenangan dan ketentraman.
“Baiklah kalau begitu aku akan pergi bersamamu ustadz,” ucapaku kepada ustadz Haris.
Digandengnya Arif bersama ustadt Haris keluar rumah dan melesatlah kelangit untuk kembali kepada sang pemilik alam semesta. Seisi kampung Cokrosaripun berduka, semua bersedih. Bersedih karena kehilangan sosok pemuda yang taat ibadahnya, santun dan selalu menolong tetangganya saat membutuhkannya pemuda yang selalu membaca surah Al- Mulk ketika ia akan tidur. Ya itulah sosok pemuda yang bernama Arif .Dan malam keempat mbah Hasyim, pak Soleh, dan pak Halim yang bersama belajar mengaji di dalam mimpi Arif itu datang juga di acara tahlilan meninggalnya Arif untuk turut mengirim doa.
Bionarasi
![](https://www.pkbmhatimulya.sch.id/wp-content/uploads/2021/02/pak-eri-e1614379589876.jpg)
Lahir di kota Batang pada tanggal 15 Mei 1983 ini diberikan nama oleh kedua orangtuanya Eri Miyarto kini tinggal di Ds. Polodoro Kec. Reban Kab. Batang mempunyai hobi menulis ,membaca puisi , menyanyi dan jalan-jalan ini sekarang aktif menjadi guru Bahasa Indonesia di MTs Assa’id Blado Kabupaten Batang Jawa Tengah.